Minggu, 07 April 2013

pendidikan kewarganegaraan (pendahuluan)


BAB 1
PENDAHULUAN
A.    Pengantar
1.      Urgensi Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan
Sejarah perjuangan bangsa Indonesia penuh dengan lika-liku, mulai dari masa sebelum maupun selama penjajahan, dan ketika merebut serta mempertahankan kemerdekaan hingga saat mengisi kemerdekaan, semuanya terangkum dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia.
Tahap demi tahap melahirkan tantangan jaman yang berbeda, sesuai dengan kondisi dan tuntutannya. Melalui kesamaan nilai-nilai perjuangan bangsa yang disertai dengan jiwa dan tekad kebangsaan, maka terwujudlah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dalam wadah Nusantara.
Berkat semangat juang bangsa yang tidak kenal lelah (kekuatan mental spiritual) bangsa telah melahirkan perilaku heroik dan patriotik, serta menumbuhkan kekuatan, kesanggupan dan kemauan yang luar biasa pada era revolusi fisik. Semangat juang tersebut hendaklah dimiliki oleh setiap warga negara Indonesia, sebagai bentuk apresiasi terhadap para pahlawan terdahulu, sehingga abadi perjuangannya.
Setelah perang dunia II (1939-1945) dunia dilanda perang dingin (cold war) yang hampir satu abad, blok barat dipelopori oleh Amerika Serikat (AS) dan blok timur dipelopori oleh Uni Sovyet (US), dari perang tersebut dampak yang timbul adalah Uni Sovyet menjadi super power yang memegang strategi global, sehingga dunia terjebak konfrontasi dalam bidang ideologi (liberal dan komunis), politik dan militer.
Menjelang akhir abad 20 situasi politik berubah secara drastis. Pada tahun 1989 Tembok Berlin diruntuhkan yang merupakan pemisah antara blok Barat dan blok Timur, disusul bubarnya Uni Sovyet, konstelasi politik dunia pun berubah. Perang dingin berakhir secara mendadak, sehingga mengakibatkan satu sisi dunia mengalami kevakuman, baik dalam konsep, strategi maupun kepemimpinan politik. Sementara di sisi lain muncul tuntutan masyarakat dunia akan adanya Tata Dunia Baru yang aman, sejahtera dan lebih berkemanusiaan.
Usai perang dingin, AS terjebak situasi harus merubah dari strategi konfrontasi ke rekonsiliasi, kondisi objektif dunia (negara maju, berkembang dan miskin), sedangkan AS sendiri belum siap untuk merubah Tata Dunia Baru, tetapi Tata Dunia Baru terus mendesak.
Di tengah keterdesakan dan ketiadaan konsep tersebut, AS gencar mengkampanyekan “Globalisasi” pada dunia untuk mengisi kevakuman yang terjadi, karena menurut AS sudah tidak ada sekat lagi antara dunia setelah runtuhnya Tembok Berlin.
Gejala awal globalisasi terlihat dari:
·         Mendunianya jenis-jenis makanan tertentu.
·         Gaya hidup orang-orang perkotaan (metropolitan).
·         Meluasnya penerimaan terhadap mode pakaian dan tatarias.
Semua itu mengarus dari industri negara maju ke bagian dunia yang lain, di dukung oleh kemajuan teknologi komunikasi dan sistim komunikasi telemedia (Soerjanto, 1994: 26-29). Melalui teknologi elektronika, penyebaran informasi sangatlah cepat dan melampaui batas negara, sehingga tidak ada sekat antara dunia, dan seakan terbentuk kampung sedunia. Adanya globalisasi yang demikian, AS merasa sebagai pihak yang berhak mengatur dunia, sehingga menjadi pemenang perang dingin. Hakekat globalisasi didasarkan pada sistim pasar bebas, dan didukung pula oleh media komunikasi atau teknologi baru, dari situ muncul hukum efisiensi (profit oriented) yang menimbulkan kesenjangan, sehingga ada pihak yang diuntungkan yaitu kemakmuran bagi negara-negara maju, dan kemerosotan bagi negara-negara berkembang.
Ancaman globalisasi yang lain yaitu iklim persaingan makin tajam dan terbuka, sehingga mengakibatkan:
1.      Ketergantungan bangsa-bangsa lemah pada bangsa maju.
2.      Timbulnya frustasi (pecah konflik sosial dan kultural).
3.      Berkembangnya sikap dan perilaku primordial (benih dis-integrasi).
Ancaman struktur globalisasi mempengaruhi:
1.      Struktur kehidupan.
2.      Merubah pola fikir, sikap dan tindakan masyarakat.
3.      Mempengaruhi kondisi mental dan spiritual bangsa.
4.      Globalisasi menjadi paradigma baru pada abad 21.
5.      Negara berkembang harus siap menerima globalisasi.
Perkembangan globalisasi juga ditandai dengan kuatnya pengaruh lembaga-lembaga kemasyarakatan internasional, dengan campur tangan negara-negara maju dalam percaturan politik, sosial budaya dan militer global, sehingga muncul konflik kepentingan , baik antara sesama negara maju, negara maju dengan negara berkembang, sesama negara berkembang maupun antar lembaga-lembaga internasional. Tidak hanya itu, HAM, demokrasi, liberalisasi dan lingkungan hidup, juga sering digunakan oleh negara-negara maju untuk menyudutkan negara-negara berkembang khususnya.
Tiga permasalahan pokok yang dihadapkan untuk Indonesia saat ini yaitu:
1.      Tantangan dan pusaran arus globalisasi;
2.      Masalah internal, seperti KKN, “destabilisasi”, separatisme, teror dan sebagainya,
3.      Bagaimana menjaga agar “roh” reformasi tetap berjalan pada relnya.
Langkah-langkah strategis yang harus dijalankan:
1.      Reformasi sistem yang menyangkut perumusan kembali falsafah, kerangka dasar dan perangkat legal sistim politik;
2.      Reformasi kelembagaan yang menyangkut pengembangan dan pemberdayaan lembaga-lembaga politik,
3.      Pengembangan kultur atau budaya politik yang lebih demokratis dan tertanamnya komitmen untuk lebih baik (untuk seluruh masyarakat).
Adapun media yang dianggap kondusif untuk mencapai sasaran itu salah satunya melalui pembelajaran civic education (pendidikan kewarganegaraan) yaitu untuk meningkatkan kesadaran komprehensif terhadap masalah bangsa, diharapkan tumbuhnya kesadaran akan tanggung jawab untuk memperbaiki kualitas kehidupan sosial dan politik secara keseluruhan.
2.      Pendidikan Kewarganegaraan: Belajar dari Banyak Negara
1.      Di Eropa, Dewan Eropa telah memprakarsai proyek demokratisasi untuk menopang pembangunan kurikulum pendidikan kewarganegaraan (Australia, Canada, Jepang, dan negara Asia lain)
2.      Di AS pendidikan kewarganegaraan diatur dalam kurikulum sosial selama satu tahun, yang pelaksanaannya diserahkan kepada negara-negara bagian.
3.      Di Jepang ditekankan pada Japanese history, etics dan philosophy.
4.      Di Filipina materi difokuskan pada Philipino, family planing dan lain-lain.
5.      Hongkong menekankan pada nilai-nilai Cina, keluarga, harmoni sosial, tanggung jawab moral dan mesin politik Cina.
6.      Taiwan menitik beratkan pada pengetahuan kewarganegaraan, perilaku moral, dan menghargai budaya lain.
7.      Thailand berusaha menyiapkan pemuda menjadi warga bangsa dan warga dunia yang baik, menghormati orang lain dan ajaran budha, menanamkan nilai-nilai demokrasi dengan raja sebagai kepala negara.
Secara umum pendidikan kewarganegaraan di Asia menekankan pada aspek moral, kepentingan komunal, identitas nasional dan perspektif internasional.
B.     Pendidikan Kewarganegaraan di Indonesia
1.      Pengantar Kewarganegaraan
Kewajiban belajar pendidikan kewarganegaraan telah di atur dalam UU No.2 Tahun 1989 Pasal 39 Ayat 2, selanjutnya dalam Keputusan Mendikbud No. 056/U/1994 tentang pedoman penyusunan Kurikulum Pendidikan Tinggi dan Penilaian Belajar Mahasiswa.
Disusul keluarnya Keputusan Dirjen Dikti No. 267/Dikti/2000 tentang Penyemprunaan Kurikulum, semula MKU (Mata Kuliah Umum) diganti MKPK (Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian), dan makin disempurnakan dengan keluarnya Surat Keputusan Dirjen Dikti No. 43/Dikti/2006 tentang Rmbu-rambu Pelaksanaan Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian di Perguruan Tinggi.
2.      Mareti Pokok
Bedasarkan Surat Keputusan Dirjen Dikti No. 43/Dikti/2006 objek kajian difokuskan pada Filsafat Pancasila, Identitas Nasional, Negara dan Konstitusi, Demokrasi Indonesia, HAM dan Rule of Low, Hak dan Kewajiban Warga Negara, Geopolitik Indonesia, dan yang terakhir Goestrategi Indonesia.
3.      Landasan Hukum
a.       UUD 1945 pada pembukaan Alinea Kedua dan Keempat, Pasal 27 (1), Pasal 30 (1) dan Pasal 31 (1).
b.      Ketetapan MPR No. II/MPR/1999 tentang Garis-garis Besar Haluan Neagara.
c.       Undang-undang No. 20/Tahun 1982 tentang Ketentuan Pokok Pertahanan Keamanan NKRI.
d.      UU No. 2 Tahun 1989 tentang Sistim Pendidikan Nasional.
e.       Keputusan DIRJEN Pendidikan Tinggi No. 267/DIKTI/KEP/2000.
f.       Keputusan Dirjen Dikti No. 38/Dikti/2000.
g.      Keputusan Dirjen Dikti No. 43/Dikti/2006.
4.      Tujuan
Tujuan umum untuk memberi bekal pengetahuan dan kemampuan dasar kepada mahasiswa mengenai hubungan antara warganegara dengan negara dan PPBN, agar menjadi warganegara yang dapat diandalkan oleh bangsa dan negara. Sedangkan tujuan khususnya antara lain adalah supaya mahasiswa memahami dan melaksanakan hak dan kewajiban secara santun, jujur dan demokratis serta bertanggungjawab berlandaskan pancasila, selain itu agar mahasiswa memiliki sikap dan perilaku yang sesuai dengan nilai-nilai kejuangan, cinta tanah air serta rela berkorban bagi nusa, bangsa dan negara.
5.      Kompetensi yang Diharapkan
Adapun kompetensi yang diharapkan dari mata kuliah pendidikan kewarganegaraan antara lain agar mahasiswa:
a.       Mampu menjadi warganegara yang memiliki pilihan pandangan dan komitmen terhadap nilai-nilai demokrasi dan HAM.
b.      Mampu berpartisipasi dalam upaya mencegah berbagai tindak kekerasan dengan langkah yang cerdas dan damai.
c.       Memiliki kepedulian terhadap upaya penyelesaian konflik di masyarakat dengan landasan nilai moral, agama dan nilai universal.
d.      Mampu berfikir kritis dan objektif terhadap persoalan kenegaraan HAM dan demokrasi.
e.       Mampu memberikan kontribusi dan solusi terhadap berbagai persoalan kebijakan publik, serta mampu berkeadaban. (Sobirin Malian, 2003)
Begitulah pentingnya civics education, terlebih saat negara dihadapkan pada tantangan globalisasi yang membutuhkan adanya sikap patriotik, jiwa nasionalistik  dan kesadaran bela negara dari segenap warganegaranya.

pendidikan kewarganegaraan


DEMOKRASI INDONESIA

A.    Demokrasi
1.      Pengertian Demokrasi
Istilah demokrasi berasal dari bahasaYunani “demos” (rakyat) dan “kratos/kratein” (kekuasaan), sehingga menjadi “rakyat berkuasa”. Pendefinisian demokrasi umumnya didasarkan pada pemerintahan dari rakyat (demos), berikut definisi-definisi mengenai demokrasi:
a.       Aristotoles
Dalam Oxford English Dictionary, dikatakan bahwa demokrasi adalah: “pemerintahan oleh rakyat, bentuk pemerintahannya terletak pada kedaulatan rakyat secara menyeluruh, dijalankan secara langsung oleh rakyat atau oleh pejabat yang dipilih oleh rakyat”.
b.      E. E. Schattschneider
Demokrasi diartikan sebagai “sistim politik yang kompetitif dimana terdapat persaingan antara para pemimpin dan organisasi-organisasi dalam menjabarkan alternatif-alternatif kebijakan publik, sehingga publik dapat turut berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan”.
c.       Philippe C. Schmitter dan Tery Lyn Karl
demokrasi politik modern adalah sistim pemerintahan dimana penguasa mempertanggungjawabkan tindakannya kepada warga negara, bertindak secara langsung melalui kompetisi dan kerjasama dengan wakil-wakil rakyat”.
d.      Tatu Vanhannen
Demokrasi sebagai “sistim politik dimana kelompok-kelompok yang berbeda secara legal merupakan entitas yang berhak berkompetisi untuk mengejar kekuasaan. Pemegang kekuasaan institusional dipilih oleh rakyat dan bertanggungjawab kepada rakyat”.
e.       Robert Dahl
Demokrasi memberi kesempatan untuk berpartisipasi secara efektif, setara dalam hak suara, mencapai pemahaman yang baik, menjalankan kontrol akhir terhadap agenda dan melibatkan orang dewasa. Sehingga dibutuhkan institusi politik untuk mencapai tujuan itu antara lain: pejabat terpilih, pemilu yang bebas (adil dan rutin), kebebasan bependapat, adanya sumber informasi alternatif, otonomi asosiasional dan f. Kewarganegaraan yang inklusif.
f.       Abraham Lincoln (1868)
Demokrasi ialah kekuasaan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat.
2.      Sejarah Perkembangan Demokrasi
Demokrasi di masa Yunani, pertarungan antara Athena yang demokratis dengan Sparta yang oligarkhi melambangkan adanya proses transformasi politik dari aristokrasi ke demokrasi. Tetapi demokrasi kuno tidak dapat bertahan lama karena Yunani ditaklukkan oleh Raja Phillipus dari Macedonia dalam pertempuran di Chaeronia pada tahun 388 SM.
Demokrasi di masa Romawi Kuno, Polybios memuji konstitusi Romawi Kuno sebagai rejim yang berhasil memadukan antara elemen monarkhi aristokrasi dan demokrasi. Terdapat tiga institusi memerintah republik dalam rakyat biasa (pelbs), yaitu The Consuls (wadah kaum monarkhi), Senat (wadah kaum aristokrasi), dan Majelis Pelbs (wadah rakyat kebanyakan). Kemunduran republik berjalan seiring dengan semakin luasnya wilayah kekuasaan Romawi.
Di Abad Pertengahan, tonggak perkembangan demokrasi berawal di Inggris, ditandai dengan lahirnya Magna Charta (piagam besar) tanggal 15 Juni 1215, arti penting piagam itu ialah:
1)      Kekuasan pemerintah adalah terbatas,
2)      Hak asasi manusia lebih dari kedaulatan raja.
Di masa Pencerahan, muncul filsuf besar:
a)      Rene Descartes (1596-1650) dengan ucapannya “cogito urgo sum” (saya berpikir maka saya ada). Pemikirannya melahirkan gagasan baru mengenai kombinasi antara kebebasan individu dengan sistem aturan masyarakat di bawah sistim otoritarian Eropa di masa lalu. Pada tahun 1688 di Inggris terjadi revolusi yang dikenal dengan The Glorious Revolution, yang memaksa Raja Willem III menangani Bill of Right (1689), sehingga terjadi pengalihan kekuasaan dari tangan raja ke parlemen.
b)      John Locke (1632-1704) menjustifikasi sistem pemerintahan yang berlaku saat itu, yaitu monarkhi absolut.
c)      Montesquieu, menurutnya bentuk pemerintahan yang baik adalah sebuah sistem kebebasan, dengan tiga unsur yaitu eksekutif, legislatif dan yudikatfif.
d)     Rousseau justru kembali ke demokrasi pada masa Yunani Kuno, dengan semboyan vox populi vox dei (“suara rakyat, suara Tuhan”)
Ada 11 nilai demokrasi yang diterapkan AS yang kemudian tumbuh, berkembang dan diadopsi oleh banyak negara penganut demokrasi, yaitu:
a.       Prinsip pemerintahan berdasar konstitusi
b.      Pemilu yang demokratis
c.       Federalisme, Pemerintahan Negara Bagian dan Lokal
d.      Pembuatan Undang-undang (yang bertumpu pada sifat keterbukaan proses dan pemahaman terhadap aspirasi rakyat)
e.       Sistim peradilan yang independen
f.       Kekuasaan lembaga kepresidenan
g.      Peran media yang bebas
h.      Para kelompok kepentingan
i.        Hak masyarakat untuk tahu
j.        Melindungi hak-hak minoritas Kontrol sipil atas militer
3.      Tipe-tipe Demokrasi
Ada empat titik perkembangan demokrasi melalui teori bandul, yaitu rejim otoritarian, demokrasi elektoral, demokrasi liberal dan demokrasi penuh. Adapun tipe demokrasi yang umum diimplementasikan di dunia dewasa ini ialah:
a.      Demokrasi Langsung atau demokrasi “Asli”, kehendak rakyat dapat diwujudkan dalam praktek keputusan politik tanpa perantara dan tanpa manipulasi.
b.      Demokrasi perwakilan, tipe demokrasi ini dibagi menjadi beberapa sub-tipe, sebagai berikut:
1)      Demokrasi Parlementer, merupakan satu-satunya lembaga perwakilan tertinggi pengambil keputusan.
2)      Demokrasi Presidensial, kepala negara dipilih secara langsung oleh rakyat.
3)      Demokrasi Campuran, ada lima jenis demokrasi campuran, yaitu presidensial-murni, presidensial-parlementer, perdana menteri-presidensial, parlementer dengan presiden dan parlementer murni. Presiden dipilih langsung oleh rakyat, tetapi kekuasaannya terbatas.
c.       Demokrasi yang didasarkan atas model satu partai, demokrasi ini dilakukan di negara-negara komunis.
B.     Demokratisasi
1.      Gelombang Demokratisasi
Demokratisasi merupakan proses menuju demokrasi. Gelombang demokratisasi dibagi atas beberapa bagian, yaitu:
a.      Demokratisasi Gelombang Pertama, diawali oleh Amerika Serikat (1828-1929)
b.      Gelombang Demokratisasi Balik Pertama, dari demokrasi bergeser kembali ke otoriter atau totaliter.
c.       Gelombang Demokratisasi Kedua, terjadi pasca peang dunia ke II.
d.      Gelombang Demokratisasi Balik Kedua, adanya kudeta dan keterlibatan militer dalam tampuk kekuasaan, mengakibatkan demokrasi bergeser ke otoriterisme.
e.       Gelombang Demokratisasi Ketiga, adanya efek bola salju, ambruknya negara super power dll.
f.       Gelombang Demokratisasi Balik Ketiga, bagian ini masih diragukan kebenarannya.
2.      Isu-isu Kritis
a.      Demokrasi dan Pembangunan, hal ini sering dipertentangkan, khususnya di negara yang sedang mengalami transisi menuju demokrasi.
b.      Demokrasi dan Radikalisme Agama, merupakan fenomena besar di Abad 20. Negara yang tiadak demokratis menyuburkan radikalisme agam menjadi mentah.
c.       Demokrasi dan Konflik, diibaratkan sebagai “pedang bermata dua” (di satu sisi membawa berkah, di sisi lain membawa petaka).
d.      Demokrasi dan Korupsi, ketika laju perkembangan demokrasi ternyata berjalan seiring dengan korupsi, di situ muncul tudingan bahwa demokrasi menjadi penyebab suburnya korupsi.
3.      Prospek Demokrasi
Kubu skeptis mengatakan bahwa demokrasi baru bisa disemaikan pada masyarakat individualis yang kompetitif dan berorientasi pasar. Fenomena menarik sehubungan dengan praktek-praktek demokrasi di berbagai belahan dunia:
Pertama, kisah sukses empat macan “ekonomi” Asia (Taiwan, Korea Selatan, Singapura dan Hongkong) yang dikenal kuat dalam tradisi otoriterisme, di samping Jepang, Malaysia dan Thailand. Intinya ialah bagaimana berhasil memajukan pembangunan tanpa mengorbankan demokrasi.
Kedua, munculnya Demokrasi Kosmopolitan, yang akan mengusahakan terciptanya legislatif dan eksekutif trans-nasional yang efektif pada tingkat regional dan global, yang diikat oleh dan beroperasi dalam masyarakat-masyarakat hukum demokratis.
C.    Demokrasi di Indonesia
1.      Periode 1945-1959 (Demokrasi Parlementer)
Dengan adanya Konvensi Shahrir tahun 1946 Indonesia yang semula menganut sistem presidensial mulai menganut sistem parlementer. Tetapi ketika Dewan Konstituante gagal menyusun konstitusi, keluar Dekrit Presiden 5 Juli 1959 dan Indonesia kembali ke UUD 1945 dengan sistem presidensial.
2.      Periode 1959-1965 (Demokrasi Terpimpin)
Demokrasi ini mengakui adanya pimpinan, dan terpimpin untuk melawan sifat-sifat liberalnya demokrasi. Tujuannya untuk menyingkirkan perusak-perusak demokrasi, di samping itu kata “Terpimpin” juga menunjukkan pendirian yang tegas dan sikap hidup yang nyata, yaitu memberikan pimpinan kepada rakyat dan melawan musuh-musuh rakyat bersama rakyat (Soepardo, 1962:79-80).
3.      Periode 1966-1998 (Demokrasi pancasila)
Demokrasi ini hanya menjadi simbol pada masa orde baru, karena tidak sesuai dengan tujuan awalnya.
4.      Periode 1998-sekarang (Era Reformasi)
Sejak tumbangnya rejim Orde Baru, bangsa Indonesia mulai menggeser bandul demokrasi ke arah kanan, ke demokrasi penuh. Hal ini ditandai dengan pelaksanaan pemilu untuk legislatif dan presiden secara langsung. Saat ini berbagai kalangan justeru mulai risau terhadap kemungkinan terjadinya frozen demokrasi (demokrasi beku). Sebaliknya kita terjebak demokrasi beku atau “involusi politik”. Apapun predikatnya kita tetap berharap adanya demokrasi yang benar-benar  bertaggungjawab, baik terhadap Tuhan maupun sesama manusia.