BAB
1
PENDAHULUAN
A.
Pengantar
1. Urgensi Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan
Sejarah perjuangan
bangsa Indonesia penuh dengan lika-liku, mulai dari masa sebelum maupun selama
penjajahan, dan ketika merebut serta mempertahankan kemerdekaan hingga saat
mengisi kemerdekaan, semuanya terangkum dalam sejarah perjuangan bangsa
Indonesia.
Tahap demi tahap
melahirkan tantangan jaman yang berbeda, sesuai dengan kondisi dan tuntutannya.
Melalui kesamaan nilai-nilai perjuangan bangsa yang disertai dengan jiwa dan
tekad kebangsaan, maka terwujudlah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)
dalam wadah Nusantara.
Berkat semangat juang
bangsa yang tidak kenal lelah (kekuatan mental spiritual) bangsa telah
melahirkan perilaku heroik dan patriotik, serta menumbuhkan kekuatan,
kesanggupan dan kemauan yang luar biasa pada era revolusi fisik. Semangat juang
tersebut hendaklah dimiliki oleh setiap warga negara Indonesia, sebagai bentuk
apresiasi terhadap para pahlawan terdahulu, sehingga abadi perjuangannya.
Setelah perang dunia II
(1939-1945) dunia dilanda perang dingin (cold war) yang hampir satu abad, blok
barat dipelopori oleh Amerika Serikat (AS) dan blok timur dipelopori oleh Uni
Sovyet (US), dari perang tersebut dampak yang timbul adalah Uni Sovyet menjadi
super power yang memegang strategi global, sehingga dunia terjebak konfrontasi
dalam bidang ideologi (liberal dan komunis), politik dan militer.
Menjelang akhir abad 20
situasi politik berubah secara drastis. Pada tahun 1989 Tembok Berlin
diruntuhkan yang merupakan pemisah antara blok Barat dan blok Timur, disusul
bubarnya Uni Sovyet, konstelasi politik dunia pun berubah. Perang dingin
berakhir secara mendadak, sehingga mengakibatkan satu sisi dunia mengalami
kevakuman, baik dalam konsep, strategi maupun kepemimpinan politik. Sementara
di sisi lain muncul tuntutan masyarakat dunia akan adanya Tata Dunia Baru yang
aman, sejahtera dan lebih berkemanusiaan.
Usai perang dingin, AS
terjebak situasi harus merubah dari strategi konfrontasi ke rekonsiliasi,
kondisi objektif dunia (negara maju, berkembang dan miskin), sedangkan AS
sendiri belum siap untuk merubah Tata Dunia Baru, tetapi Tata Dunia Baru terus
mendesak.
Di tengah keterdesakan
dan ketiadaan konsep tersebut, AS gencar mengkampanyekan “Globalisasi” pada
dunia untuk mengisi kevakuman yang terjadi, karena menurut AS sudah tidak ada
sekat lagi antara dunia setelah runtuhnya Tembok Berlin.
Gejala awal globalisasi terlihat dari:
·
Mendunianya
jenis-jenis makanan tertentu.
·
Gaya hidup
orang-orang perkotaan (metropolitan).
·
Meluasnya
penerimaan terhadap mode pakaian dan tatarias.
Semua
itu mengarus dari industri negara maju ke bagian dunia yang lain, di dukung
oleh kemajuan teknologi komunikasi dan sistim komunikasi telemedia (Soerjanto,
1994: 26-29). Melalui teknologi elektronika, penyebaran informasi sangatlah
cepat dan melampaui batas negara, sehingga tidak ada sekat antara dunia, dan
seakan terbentuk kampung sedunia. Adanya globalisasi yang demikian, AS merasa
sebagai pihak yang berhak mengatur dunia, sehingga menjadi pemenang perang
dingin. Hakekat globalisasi didasarkan pada sistim pasar bebas, dan didukung
pula oleh media komunikasi atau teknologi baru, dari situ muncul hukum efisiensi
(profit oriented) yang menimbulkan kesenjangan, sehingga ada pihak yang
diuntungkan yaitu kemakmuran bagi negara-negara maju, dan kemerosotan bagi
negara-negara berkembang.
Ancaman
globalisasi yang lain yaitu iklim persaingan makin tajam dan terbuka, sehingga
mengakibatkan:
1. Ketergantungan
bangsa-bangsa lemah pada bangsa maju.
2. Timbulnya
frustasi (pecah konflik sosial dan kultural).
3. Berkembangnya
sikap dan perilaku primordial (benih dis-integrasi).
Ancaman
struktur globalisasi mempengaruhi:
1. Struktur
kehidupan.
2. Merubah
pola fikir, sikap dan tindakan masyarakat.
3. Mempengaruhi
kondisi mental dan spiritual bangsa.
4. Globalisasi
menjadi paradigma baru pada abad 21.
5. Negara
berkembang harus siap menerima globalisasi.
Perkembangan
globalisasi juga ditandai dengan kuatnya pengaruh lembaga-lembaga
kemasyarakatan internasional, dengan campur tangan negara-negara maju dalam
percaturan politik, sosial budaya dan militer global, sehingga muncul konflik
kepentingan , baik antara sesama negara maju, negara maju dengan negara
berkembang, sesama negara berkembang maupun antar lembaga-lembaga
internasional. Tidak hanya itu, HAM, demokrasi, liberalisasi dan lingkungan
hidup, juga sering digunakan oleh negara-negara maju untuk menyudutkan
negara-negara berkembang khususnya.
Tiga permasalahan pokok yang dihadapkan
untuk Indonesia saat ini yaitu:
1. Tantangan
dan pusaran arus globalisasi;
2. Masalah
internal, seperti KKN, “destabilisasi”, separatisme, teror dan sebagainya,
3. Bagaimana
menjaga agar “roh” reformasi tetap berjalan pada relnya.
Langkah-langkah strategis yang harus
dijalankan:
1. Reformasi
sistem yang menyangkut perumusan kembali falsafah, kerangka dasar dan perangkat
legal sistim politik;
2. Reformasi
kelembagaan yang menyangkut pengembangan dan pemberdayaan lembaga-lembaga
politik,
3. Pengembangan
kultur atau budaya politik yang lebih demokratis dan tertanamnya komitmen untuk
lebih baik (untuk seluruh masyarakat).
Adapun media yang
dianggap kondusif untuk mencapai sasaran itu salah satunya melalui pembelajaran
civic education (pendidikan kewarganegaraan) yaitu untuk meningkatkan
kesadaran komprehensif terhadap masalah bangsa, diharapkan tumbuhnya kesadaran
akan tanggung jawab untuk memperbaiki kualitas kehidupan sosial dan politik
secara keseluruhan.
2. Pendidikan Kewarganegaraan: Belajar dari Banyak
Negara
1. Di
Eropa, Dewan Eropa telah memprakarsai proyek demokratisasi untuk menopang
pembangunan kurikulum pendidikan kewarganegaraan (Australia, Canada, Jepang, dan
negara Asia lain)
2. Di
AS pendidikan kewarganegaraan diatur dalam kurikulum sosial selama satu tahun,
yang pelaksanaannya diserahkan kepada negara-negara bagian.
3. Di
Jepang ditekankan pada Japanese history, etics dan philosophy.
4. Di
Filipina materi difokuskan pada Philipino, family planing dan lain-lain.
5. Hongkong
menekankan pada nilai-nilai Cina, keluarga, harmoni sosial, tanggung jawab
moral dan mesin politik Cina.
6. Taiwan
menitik beratkan pada pengetahuan kewarganegaraan, perilaku moral, dan
menghargai budaya lain.
7. Thailand
berusaha menyiapkan pemuda menjadi warga bangsa dan warga dunia yang baik,
menghormati orang lain dan ajaran budha, menanamkan nilai-nilai demokrasi
dengan raja sebagai kepala negara.
Secara umum pendidikan kewarganegaraan
di Asia menekankan pada aspek moral, kepentingan komunal, identitas nasional
dan perspektif internasional.
B.
Pendidikan
Kewarganegaraan di Indonesia
1. Pengantar
Kewarganegaraan
Kewajiban belajar
pendidikan kewarganegaraan telah di atur dalam UU No.2 Tahun 1989 Pasal 39 Ayat
2, selanjutnya dalam Keputusan Mendikbud No. 056/U/1994 tentang pedoman
penyusunan Kurikulum Pendidikan Tinggi dan Penilaian Belajar Mahasiswa.
Disusul keluarnya
Keputusan Dirjen Dikti No. 267/Dikti/2000 tentang Penyemprunaan Kurikulum,
semula MKU (Mata Kuliah Umum) diganti MKPK (Mata Kuliah Pengembangan
Kepribadian), dan makin disempurnakan dengan keluarnya Surat Keputusan Dirjen
Dikti No. 43/Dikti/2006 tentang Rmbu-rambu Pelaksanaan Mata Kuliah Pengembangan
Kepribadian di Perguruan Tinggi.
2. Mareti
Pokok
Bedasarkan Surat
Keputusan Dirjen Dikti No. 43/Dikti/2006 objek kajian difokuskan pada Filsafat
Pancasila, Identitas Nasional, Negara dan Konstitusi, Demokrasi Indonesia, HAM
dan Rule of Low, Hak dan Kewajiban Warga Negara, Geopolitik Indonesia, dan yang
terakhir Goestrategi Indonesia.
3. Landasan
Hukum
a. UUD
1945 pada pembukaan Alinea Kedua dan Keempat, Pasal 27 (1), Pasal 30 (1) dan
Pasal 31 (1).
b. Ketetapan
MPR No. II/MPR/1999 tentang Garis-garis Besar Haluan Neagara.
c. Undang-undang
No. 20/Tahun 1982 tentang Ketentuan Pokok Pertahanan Keamanan NKRI.
d. UU
No. 2 Tahun 1989 tentang Sistim Pendidikan Nasional.
e. Keputusan
DIRJEN Pendidikan Tinggi No. 267/DIKTI/KEP/2000.
f. Keputusan
Dirjen Dikti No. 38/Dikti/2000.
g. Keputusan
Dirjen Dikti No. 43/Dikti/2006.
4. Tujuan
Tujuan umum untuk
memberi bekal pengetahuan dan kemampuan dasar kepada mahasiswa mengenai
hubungan antara warganegara dengan negara dan PPBN, agar menjadi warganegara
yang dapat diandalkan oleh bangsa dan negara. Sedangkan tujuan khususnya antara
lain adalah supaya mahasiswa memahami dan melaksanakan hak dan kewajiban secara
santun, jujur dan demokratis serta bertanggungjawab berlandaskan pancasila,
selain itu agar mahasiswa memiliki sikap dan perilaku yang sesuai dengan
nilai-nilai kejuangan, cinta tanah air serta rela berkorban bagi nusa, bangsa
dan negara.
5. Kompetensi
yang Diharapkan
Adapun kompetensi yang diharapkan dari
mata kuliah pendidikan kewarganegaraan antara lain agar mahasiswa:
a. Mampu
menjadi warganegara yang memiliki pilihan pandangan dan komitmen terhadap nilai-nilai
demokrasi dan HAM.
b. Mampu
berpartisipasi dalam upaya mencegah berbagai tindak kekerasan dengan langkah
yang cerdas dan damai.
c. Memiliki
kepedulian terhadap upaya penyelesaian konflik di masyarakat dengan landasan
nilai moral, agama dan nilai universal.
d. Mampu
berfikir kritis dan objektif terhadap persoalan kenegaraan HAM dan demokrasi.
e. Mampu
memberikan kontribusi dan solusi terhadap berbagai persoalan kebijakan publik,
serta mampu berkeadaban. (Sobirin Malian, 2003)
Begitulah pentingnya
civics education, terlebih saat negara dihadapkan pada tantangan globalisasi
yang membutuhkan adanya sikap patriotik, jiwa nasionalistik dan kesadaran bela negara dari segenap
warganegaranya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar