SENI ARSITEK,
ORNAMEN-ORNAMEN DAN FUNGSI BANGUNAN
KERATON YOGYAKARTA
MATA KULIAH
MASYARAKAT DAN KAJIAN KESENIAN INDONESIA
Disusun oleh :
Septi
Ayu Azizah (13010112130095) Wahyu Puji
Astutik (13010112130086)
Mufidah (13010112130085) Shofi Fitria (13010112130066)
Nurul Hidayah (13010112130073) Noor Rohmah Z. (13010112130084)
An Nisaa F. (13010112130093) Mustaqim (13010112130094)
Erlina Tantika (13010112130059) Chamid Alwi (13010112130096)
Nur Hayati (13010112130077) Shahansyah (13010112130098)
KEMENTERIAN PENDIDIKAN
& KEBUDAYAAN UNIVERSITAS DIPONEGORO
FAKULTAS ILMU BUDAYA 2013
KATA PENGANTAR
Puji syukur
kehadirat Allah swt yang telah melimpahkan berkat dan rahmat-Nya kepada
sekalian makhluk-Nya. Selanjutnya Shalawat dan salam penulis sanjungkan kepada
Nabi Muhammad saw, dengan perjuangan dan kasih sayangnya membawa umat manusia
menuju kehidupan yang memiliki peradaban. Penulis memanjatkan syukur yang
sedalamnya karena telah menyelesaikan makalah sederhana berkaitan dengan mata
kuliah Masyarakat dan Kesenian
Indonesia. Pada kesempatan kali ini, penulis akan memaparkan sedikit penjelasan
tentang seni arsitek bangunan kerajaan atau ornamen-ornamen, pembagian ruang
dan fungsinya di Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat.
Namun, penulis
menyadari masih banyak terdapat kekurangan baik dalam penyajian teori bahkan
dalam pemaparan analisis yang masih kurang mendalam. Karena Sejarah tentang
suatu hal memang menjadi topik yang panjang untuk diperdebatkan. Membicarakan
sejarah, berarti membicarakan berbagai pendapat orang menurut kacamatanya
masing-masing mengenai sejarah itu sendiri dan tidak dapat berpatokan dari satu
referensi saja. Sehingga, penulis berharap adanya sumbangan pemikiran atau
tanggapan yang bersifat konstruktif demi kelengkapan dan kedalaman kajian
selanjutya.
Demikian kami
sampaikan ucapan terima kasih.
Semarang, 03 Juni 2013
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Hal yang menjadi pemikiran dalam
penulisan makalah ini yaitu banyaknya masyarakat Indonesia yang belum atau
bahkan tidak mengetahui kebudayaan serta peninggalan nenek moyang yang ada di
negaranya sendiri, salah satunya adalah yang ada di Yogyakarta. Padahal dalam
setiap kebudayaan menyimpan banyak arti, sejarah masa lampau yang merupakan hal
yang harus diingat sebagai acuan atau pegangan kaintannya dengan masa depan
yang hendak dijalani.
Seperti halnya Keraton Yogyakarta
yang menyimpan sejarah Bangsa Indonesia, setelah kita melihat dan mengkaji
tentang Keraton Yogyakarta tentunya kita sedikit mengetahui apa saja yang ada
di dalamnya, termasuk sejarah, bagian-bagian atau ruang keraton serta arti dari
setiap bangunannya. Dikhawatirkan jika kebudayaan maupun peninggalan nenek
moyang tersebut dibiarkan tanpa adanya kepedulian dari kita, maka banyak
kemungkinan buruk yang nantinya akan merugikan kita. Jadi tidak ada salahnya
jika kita ikut serta berkontribusi dalam hal mengetahui, menjaga serta
melestarikannya.
B.
Rumusan Masalah
Rumusan masalah yanh hendak dijawab dalam makalah ini antara lain:
1.
Bagaimana
Sejarah Keraton Yogyakarta?
2.
Seperti
Apa Tata Ruang dan Arsitektur Keraton Yogyakarta?
3.
Apa
saja bagian-bagian dan ruang Keraton Yogyakarta?
C.
Tujuan
Adapun tujuan dari pembuatan makalah
ini yaitu yang pertama mengetahui sejarah kraton Yogyakarta sebagai peninggalan
yang perlu dijaga dan dilestarikan keberadaannya, karena itu merupakan aset
bangsa Indonesia, kemudian menganalisis atau menjelaskan bagian tata ruang dari
kraton Yogyakarta yang mempunyai arsiterktur begitu menarik dan mempunyai daya
kreatif tersendiri, dan yang terakhir untuk mengatahui bagian-bagian yang ada
di dalam kraton tersebut, karena setiap bagian mempunyai makna atau arti. Jadi
dalam mata kuliah Masyarakat dan Kesinian Indonesia ini mengantarkan kita agar
lebih mengetahui, menjaga serta melestarikan kebudayaan yang telah ada sebagai
bukti bahwa kita ikut serta berpartisipasi dan berkontribusi dalam hal mengetahui,
menjaga dan melestarikannya, karena apa yang kita miliki akan diakui bahkan
diambil orang lain jika tidak dijaga dengan baik.
BAB II
ISI
1.
Sejarah Keraton Yogyakarta
Keraton Yogyakarta atau yang sering
disebut dengan Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat terletak di jantung Provinsi
Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Indonesia dan merupakan pertengahan antara
Laut Kidul dengan Gunung Merapi. Karaton, Keraton atau Kraton, berasal dari
kata ka-ratu-an, yang berarti tempat tinggal ratu/raja. Sedang arti lebih luas,
diuraikan secara sederhana, bahwa seluruh struktur dan bangunan wilayah Kraton
mengandung arti berkaitan dengan pandangan hidup Jawa yang essensial, yakni
Sangkan Paraning Dumadi (dari mana asalnya manusia dan kemana akhirnya manusia
setelah mati). Lokasi ini berada dalam
satu garis imajiner Laut Selatan, Krapyak, Kraton, dan Gunung Merapi. Keraton Yogyakarta ini merupakan kerajaan terakhir yang pernah
berjaya di tanah Jawa. Pada saat
berakhirnya Kerajaan Hindu-Budha kemudian diteruskan oleh kerajaan Islam
pertama di Demak, diteruskan berdirinya kerajaan seperti Mataram Islam yang
didirikan oleh Sultan Agung lalu berjalan dan muncul Kerajaan Yogyakarta yang
didirikan oleh Sultan Hamengku Buwono I. Sampai sekarang kraton itu masih
berdiri kokoh yang menyimpan begitu banyak kebudayaan yang sangat mengagumkan.
Pada masa perkembangannya Keraton
Yogyakarta banyak mengalami masa pasang surut dan terjadi perpecahan, yang
paling dominan adalah Perjanjian Giyanti (1755) di mana pada masa itu kerajaan
dibagi menjadi dua yaitu di wilayah Timur yang sekarang menjadi Keraton
Surakarta dan di wilayah Barat yang disebut dengan Keraton Yogyakarta.
Setelah
Perjanjian Giyanti pada tahun 1755, Pangeran Mangkubumi diberi wilayah
Yogyakarta. Kemudian untuk menjalankan pemerintahannya, Pangeran Mangkubumi
membangun sebuah istana pada tahun 1755 di wilayah Hutan Beringan. Tanah ini di
nilai cukup baik karena di apit oleh dua sungai, sehingga terlindung dari
kemungkinan banjir. Raja pertama di Kesultanan Yogyakarta adalah Pangeran
Mangkubumi dengan gelar Sri Sultan Hamengku Buwono I (HB I). Lokasi kraton ini
konon adalah bekas sebuah pesanggarahan yang bernama Garjitawati. Pesanggrahan
ini digunakan untuk istirahat iring-iringan jenazah raja-raja Mataram
(Kartasura dan Surakarta) yang
akan dimakamkan di Imogiri.
Keraton
Yogyakarta didirikan oleh Sultan Hamengku Buwono I. Adapun Raja-raja yang
Berkuasa di Keraton Antara lain :
a.
Sri
Sultan Hamengku Buwono I (GRM Sujono) pendiri sekaligus memimpin pada tahun
1755-1792
b.
Sri Sultan Hamengku
Buwono II (GRM Sundoro) memimpin pada tahun 1792-1812
c.
Sri Sultan Hamengku
Buwono III (GRM Surojo) memimpin pada tahun 1812-1814
d.
Sri Sultan Hamengku
Buwono IV (GRM Ibnu Djarot) memimpin pada tahun 1814-1823
e.
Sri Sultan Hamengku
Buwono V (GRM Gathot Menol) memerintah pada tahun 1823-1855
f.
Sri Sultan Hamengku
Buwono VI (GRM Mustojo) memerintah pada tahun 1855-1877
g.
Sri Sultan Hamengku
Buwono VII (GRM Murtedjo) memerintah pada tahun 1877-1921.
h.
Sri Sultan Hamengku
Buwono VIII (GRM Sudjadi) memerintah pada tahun 1921-1939
i.
Sri Sultan Hamengku
Buwono IX (GRM Dorojatun) memimpin pada tahun 1940-1988
j.
Sri Sultan Hamengku
Buwono X (GRM Hardjuno Darpito) memimpin tahun 1989 hingga saat ini.
2. Tata Ruang dan Arsitektur Keraton
Yogyakarta
Arsitek kepala
istana ini adalah Sultan Hamengkubuwana I, pendiri Kesultana Ngayogyakarta Hadiningrat.
Keahliannya dalam bidang arsitektur dihargai oleh ilmuwan berkebangsaan
Belanda, Theodoor Gautier Thomas Pigeaud dan Lucien Adam yang menganggapnya sebagai
“arsitek” dari saudara Pakubuwono II Surakarta. Bangunan pokok dan desain dasar
tata ruang dari keraton berikut desain dasar landscape kota tua Yogyakarta,
diselesaikan antara tahun 1755-1756. Bangunan lain di tambahkan kemudian oleh
para Sultan Yogyakarta berikutnya. Bentuk istana yang tampak sekarang ini
sebagian besar merupakan hasil pemugaran dan restorasi yang dilakukan oleh
Sultan Hamengku Buwono VIII (bertahta tahun 1921-1939). Keraton Yogyakarta yang
berlatar belakang budaya Islam pada bangunannya banyak dijumpai
unsur-unsur kebudayaan Hindu. Pola dasar pendiri an bangunan pada komplek
Keraton Yogyakarta menggunakan unsur kebudayaan Hindu, ini tampaknya
memang begitu menonjol di dalam proses akulturasi dengan kebudayaan yang
sedang berkembang di Keraton Yogyakarta yang pada dasarnya bernafaskan
Islam. Tata letak maupun pengelompokan bangunan pada komplek Keraton
Yogyakarta mempunyai kesamaan dengan sistem yang digunakan pada
komplek Keraton dari periode Hindu.
Bentuk-bentuk bangunan
yang terdapat di komplek Keraton Yogyakarta mirip sekali dengan bentuk
bangunan kontruksi kayu yang terdapat dalam relief candi, yang tentunya
menggambarkan bangunan yang digunakan oleh masyarakat pada periode klasik.
Beberapa hiasan dengan motif flora, fauna, ataupun alam banyak dijumpai
pada bangunan dalam komplek Keraton Yogyakarta, antara lain pada
gapura, atap bangunan, tiang, umpak, baturana dan sebagainya.
Hiasan-hiasan tersebut merupakan pengisi bidang dan hiasan yang mempunyai
arti tertentu. Oleh karena itu, jelaslah bahwa unsur-unsur kebudayaan
Hindu masih tampak pada komplek bangunan Keraton Yogyakarta yang kemudian
berakulturasi dengan kebudayaan yang sedang berkembang.
Adapun bentuk fisik
bangunan yang terdapat dalam komplek Keraton Yogyakarta sebagian besar
menggambarkan bentuk rumah tradisional Jawa dan sebagian
diantaranya menggunakan konstruksi kayu. Bangunan-bangunan tersebut
menggunakan atap tunggal (atap susun) yang berbentuk limasan,
tajug, kampung (pelana) dan joglo. Bagian tubuh bangunan ada dua
bentuk, yaitu merupakan bangunan terbuka (tanpa dinding penutup
ruangan) dan merupakan bangunan yang menggunakan dinding penutup
tubuh. Di dalam Keraton Yogyakarta terdapat banyak bangunan, halaman,
dan lapangan. Komplek Keraton terletak di tengah-tengah, tetapi daerah
Keraton membentang dari sungai Code sampai sungai Winanga, dari utara ke
selatan, dari Tugu sampai Krapyak.
Tujuh buah
halaman yang terdapat dalam komplek Keraton disusun berderet dari utara
dan selatan. Antara halaman yang satu dengan halaman yang lain
dipisahkan oleh dinding penyekat dan dihubungkan dengan pintu
gerbang. Ketujuh buah halaman tersebut masing-masing berisi bangunan dan
nama-nama halaman kebanyakan disesuaikan dengan nama bangunan yang
terdapat didalamnya.
Adapun halaman yang terdapat di Keraton Yogyakarta antara lain:
1. Kompleks Inti
1) Halaman siti hinggil utara
Kompleks Siti Hinggil ini digunakan untuk menyelenggarakan upacara-upacara
resmi Kerajaan. Di tempat ini
pada 19 Desember 1949 digunakan peresmian Universitas Gadjah Mada.Kompleks ini
dibuat lebih tinggi dari tanah di sekitarnya dengan dua jenjang untuk naik
berada di sisi utara dan selatan. Di antara Pagelaran dan Siti Hinggil ditanami
deretan pohon Gayam (Inocarpus edulis/Inocarpus fagiferus; famili
Papilionaceae).
2) Halaman kemandungan utara
Kompleks Kamandhungan utara sering disebut Keben karena di
halamannya ditanami pohon Keben (Barringtonia asiatica; famili Lecythidaceae).
3) Halaman Sri Manganti
Kompleks Sri Manganti terletak di sebelah selatan kompleks
Kamandhungan Ler dan dihubungkan oleh Regol Sri Manganti. Pada dinding
penyekat terdapat hiasan Makara raksasa. Di sisi barat kompleks terdapat
Bangsal Sri Manganti yang pada zamannya digunakan sebagai tempat untuk
menerima tamu-tamu penting kerajaan. Sekarang di lokasi ini ditempatkan
beberapa pusaka keraton yang berupa alat musik gamelan. Selain itu juga
difungsikan untuk penyelenggaraan even pariwisata keraton.
4) Halaman kemagangan
Dahulu kompleks Kemagangan digunakan untuk penerimaan calon pegawai
(abdi-Dalem Magang), tempat berlatih dan ujian serta apel kesetiaan para
abdi-Dalem magang. Bangsal Magangan yang terletak di tengah halaman
besar digunakan sebagai tempat upacara Bedhol Songsong, pertunjukan
wayang kulit yang menandai selesainya seluruh prosesi ritual di Keraton.
Bangunan Pawon Ageng (dapur istana) Sekul Langgen berada di sisi
timur dan Pawon Ageng Gebulen berada di sisi barat. Kedua nama tersebut
mengacu pada jenis masakan nasi Langgi dan nasi Gebuli. Di sudut
tenggara dan barat daya terdapat Panti Pareden. Kedua tempat ini
digunakan untuk membuat Pareden/Gunungan pada saat menjelang Upacara
Garebeg. Di sisi timur dan barat terdapat gapura yang masing-masing
merupakan pintu ke jalan Suryoputran dan jalan Magangan. Di sisi selatan
halaman besar terdapat sebuah jalan yang menghubungkan kompleks Kamagangan
dengan Regol Gadhung Mlati. Dahulu di bagian pertengahan terdapat
jembatan gantung yang melintasi kanal Taman sari yang menghubungkan dua
danau buatan di barat dan timur kompleks Taman Sari. Di sebelah barat tempat
ini terdapat dermaga kecil yang digunakan oleh Sultan untuk berperahu melintasi
kanal dan berkunjung ke Taman Sari.
5) Halaman kemandungan selatan
kompleks Kamagangan dengan kompleks Kamandhungan Kidul/selatan.
Dinding penyekat gerbang ini memiliki ornamen yang sama dengan dinding penyekat
gerbang Kamagangan. Di kompleks Kamandhungan Kidul terdapat bangunan utama Bangsal
Kamandhungan. Bangsal ini konon berasal dari pendapa desa Pandak Karang
Nangka di daerah Sokawati yang pernah menjadi tempat Sri Sultan
Hamengkubuwono I bermarkas saat perang tahta III. Di sisi selatan Kamandhungan
Kidul terdapat sebuah gerbang, Regol Kamandhungan, yang menjadi pintu paling
selatan dari kompleks cepuri. Di antara kompleks Kamandhungan Kidul dan Siti
Hinggil Kidul terdapat jalan yang disebut dengan Pamengkang.
6) Halaman Siti Hinggil Selatan
Siti Hinggil Selatan digunakan pada
zaman dulu oleh Sultan untuk menyaksikan para prajurit keraton yang sedang
melakukan gladi bersih upacara Garebeg, tempat menyaksikan adu manusia dengan
macan (rampogan) dan untuk berlatih prajurit perempuan, Langen
Kusumo. Tempat ini pula menjadi awal prosesi perjalanan panjang upacara
pemakaman Sultan yang mangkat ke Imogiri. Sekarang, Siti Hinggil Kidul
digunakan untuk mempergelarkan seni pertunjukan untuk umum khususnya wayang
kulit, pameran, dan sebagainya.
2. Komplek Belakang
1) Alun-alun
Alun-alun
Kidul (Selatan) adalah alun-alun di bagian Selatan Keraton Yogyakarta.
Alun-alun Kidul sering pula disebut sebagai Pengkeran. Pengkeran berasal
dari kata pengker (bentuk krama) dari mburi (belakang). Hal tersebut
sesuai dengan keletakan alun-alun Kidul yang memang terletak di belakang
keraton. Alun-alun ini dikelilingi oleh tembok persegi yang memiliki lima
gapura, satu buah di sisi selatan serta di sisi timur dan barat masing-masing
dua buah. Di antara gapura utara dan selatan di sisi barat terdapat ngGajahan
sebuah kandang guna memelihara gajah milik Sultan. Di sekeliling alun-alun
ditanami pohon mangga, pakel, dan kuini. Pohon beringin hanya terdapat dua
pasang. Sepasang di tengah alun-alun yang dinamakan Supit Urang
(harfiah=capit udang) dan sepasang lagi di kanan-kiri gapura sisi selatan yang
dinamakan Wok(dari kata bewok, harfiaf=jenggot). Dari gapura sisi
selatan terdapat jalan Gading yang menghubungkan dengan Plengkung
Nirbaya.
2).
Plengkung Nirbaya
Plengkung
Nirbaya merupakan ujung selatan poros utama keraton. Dari tempat ini Sultan HB
I masuk ke Keraton Yogyakarta pada saat perpindahan pusat pemerintahan dari Kedhaton Ambar Ketawang. Gerbang ini
secara tradisi digunakan sebagai rute keluar untuk prosesi panjang pemakaman
Sultan ke Imogiri. Untuk alasan inilah tempat ini kemudian menjadi tertutup
bagi Sultan yang sedang bertahta.
3. Bagian-bagian
dari Ruang Keraton
Yogyakarta
Arsitektur Keraton Yogyakarta ialah Sri Sultan Hamengku Buwana
I. Luas Keraton
Yogyakarta 14.000m2 yang
didalamnya terdapat banyak bangunan-bangunan, halaman, dan lapangan. Keraton
Yogyakarta dibangun pada tahun 1756 atau tahun jawa 1682, diperingati dengan
sebuah condrosengkolo memet dipintu gerbang kemagangan dan pintu gerbang
gadung mlati, berupa dua ekor naga berlilitan satu sama lainnya. Dalam bahasa
jawa “Dwi naga rasa tunggal artinya: Dwi=2, naga=8, rasa=6, tunggal=1, apabila
dibaca dari belakang yaitu 1682. Dan naga tersebut berwarna hijau yang artinya
symbol dari pengharapan, dan disebelah luar pintu gerbang itu diatas terdapat
tebing tembok kanan dan kiri. Terdapat hiasan yang terdiri dari 2 ekor naga
bersiap-siap untuk mempertahankan diri. Dalam bahasa jawa “Dwi naga rasa wani”
yang berarti Dwi=2, naga=8, rasa=6, tunggal=1, apabila dibaca dari belakang
menjadi tahun 1682. Tahunnya memang sama namun dekorasinya tidak sama, hal ini
tergantung dari arsitektur, tujuan dan sudut yang dihiasinya.
Warna naga merah berarti symbol
keberanian dan amarah, dihalaman kemagangan ini dahulu diadakan ujian bela diri
memakai tombak antar calon prajurit kraton. Berikut adalah bagian dari keraton
Yogya bagian utara: Kedaton/Prabayeksa, Bangsal
Kencana, Regol
Danapratapa (pintu gerbang), Sri Manganti, Regol
Brimanganti (pintu gerbang), Bangsal
Ponconiti (halaman kemandungan), Regol Brajanara
(pintu gerbang), Siti Hinggil, Tarub
Agung, Pagelaran
(tiangnya berjumlah 64, angka tersebut mengambarkan usia Nabi Muhammad SAW. Dan
tahun jawa), Alun-alun Utara
(dihiasi dengan pohon beringin sebanyak 62, angka tersebut menunjuk pada tahun
masehi), Pasar
(Beringharjo) yang merupakan salah satu pusat ekonomi Kesultanan Yogyakarta pada
zamannya. Berlokasi di sisi timur jalan Jend. A Yani, pasar Bering Harjo sampai
saat ini menjadi salah satu pasar induk di Yogyakarta. Sekarang pasar ini jauh
berbeda dengan aslinya. Bangunannya yang megah terdiri dari tiga lantai dan
dibagi dalam dua sektor barat dan timur yang dibatasi oleh jalan kecil. Namun
demikian pasar yang berada tepat di utara benteng Vredeburg ini tetap menjadi
sebuah pasar tradisional yang merakyat, selanjutnya Kapatihan,
merupakan tempat kediaman resmi (Official residence) sekaligus kantor Pepatih
Dalem. Di tempat inilah pada zamannya diselenggarakan kegiatan pemerintahan
sehari-hari kerajaan. Sejak tahun 1945 kantor Perdana Menteri Kesultanan
Yogyakarta ini menjadi kompleks kantor Gubernur/Kepala Daerah Istimewa dan
PemProv DIY. Selain Pendopo Kepatihan, sisa bangunan lama tempat ini juga dapat
dilihat pada Gedhong Wilis (kantor gubernur), Gedhong Bale Mangu (dulu
digunakan sebagai gedung pengadilan Bale Mangu, sebuah badan peradilan
Kesultanan Yogyakarta dalam lingkungan peradilan umum), dan Masjid Kepatihan.
Sekarang tempat ini memiliki pintu utama di Jalan Malioboro, dan yang terakhir Tugu.
Berikut bangunan-bangunan tempat dan halaman
yang ada di keratonyang sebagian sudah dijelaskan di atas yaitu: Regol
Kemagangan (pintu gerbang), Bangsal Kemagangan, Regol gadung lnlati (pintu
gerbang), Siti Hinggil, Alun-alun Selatan, dan Krapyak.
Bangunan yang tedapat didalam kraton
Yogyakarta memiliki arti dan fungsinya masing-masing di setiap arsitek
bangunan-bangunannya, letak bngsal-bangsalnya, ukiran-ukiranya, hiasannya,
hingga warna-warna gedungnya diantaranya ialah;
1.
Selogilang
ialah lantai tinggi dalam sebuah bangsal semacam podium rendah, tempat duduk
Sri Sultan atau tempat singgasana Sri Sultan.
2.
Tratag
ialah bangunan, biasanya tempat berteduh, beratap anyaman-anyaman bambu dengan
tiang-tiang tinggi, tanpa dinding dihiasi dengan pohon gayam yang daunnya
rindang dan bunga-bunganya harum wangi menggambarkan rasa pemuda pemudi yang
sedang dirindu cinta asmara.
3.
Krapyak
adalah sebuah gambaran dari tempat asal roh-roh. Jalan lurus ke Utara
kanan-kirinya dihiasi pohon asem dan tanjung yang menggambarkan kehidupan sang
anak yang lurus, bebas dari rasa sedih dan cemas,rupanya menarik dan istimewa
bagi ayah dan ibunya.
4.
Plengkung
Gading atau Plengkung Nirbaya yaitu pintu gerbang benteng menggambarkan batas
periode sang anak menginjak ke masa remaja.
5.
Di
alun-alun Selatan terdapat dua pohon beringin, bernama “wok” yang berasal dari
kata “bewok”. Dua pohon beringin ditengah-tengah alun-alun menggambarkan bagian
badan kita rahasia sekali, maka dari itu diberi pagar batu bata.
6.
Sitihinggil
ditengah-tengahnya dahulu ada pendoponya dan ditengah lantainya ada
selo-gilangnya tempat singasana Sri Sultan mengambarkan pemuda pemudi yang
saling berpasangan menghormati Sri Sultan dan pohon yang ditanam disekitarnya
berupa pohon cempora serta soka yang mempunyai bunga yang halus panjang berkumpul
menjadi satu ada yang merah dan yang putih menggambarkan bercampurnya benih
manusia laki-laki dan perempuan.
7.
Bangsal
Witono berarti “heningkanlah fikiran tuan” tempat pusaka-pusaka kraton pada
saat upacara grebeg disaat Sri Sultan mulai bersemedi dibangsal manguntur
tangkil.
8.
Bangsal
Manguntur Tangkil adalah tempat yang tinggi untuk anangkil, yaitu untuk
menghadap Tuhan Yang Maha Esa dengan cara mengheningkan cipta atau bersemedi.
9.
Tarub
Hagung adalah bangunan yang berdiri atas empat tiang tinggi dari besi dan
mempunyai bentuk empat persegi yang terletak di muka Tratag Sitingggil. Arti
bangunan ini ialah tempat bersemedi dimana kita sujud kepada Tuhan YME., berada
selalu dekat dengan keagungannya.
10.
Di
halaman Sri Manganti ada sebuah bangsal lagi yang disebut Bangsal Traju Mas
yang mengandung arti pandailah kita menimbang-nimbang mana yang betul dan yang
salah, jangan sampai ingat dunia kemanusiawian.
11.
Gedung
Purwaretno yang mempunyai arti kita harus selalu ingat kepada asal mula
kita,gedung ini bertingkat tiga, gambaran dari Baitul Makmur, Baitul Mucharam,
Baitul Muchaddas, memiliki empat jendela yang menggambarkan empat ketahuidan
yaitu syari’at, tharikat, Chakekat dan Ma’rifat.
12.
Arca
raksasa menggambarkan nafsu baik dan jahat pada setiap manusia.
13.
Bangsal
Kencana adalah gambaran bersatunya kawula gusti yang merupakan bagian dari
Regol Danapratapa.
14.
Halaman
Kemandungan menggambarkan benih dalam kandungan sang ibu didalamnya ditanami
pohon kepel, pallem (mangga), cengkir gading serta jambu dersono. Pohon Pelem
menggambarkan pada gelem atas kemauan bersama, Jambu Darsono menggambarkan
kasih cinta satu sama lain, Pohon Kepel menggambarkan bersatunya benih,
kemauan. Kemudian Pohon Kelapa ditanam di muka rumah berwarna kuning mengkilat
daan bentuknya kecil dipakai untuk upacara tujuh bulanan sang bayi di
kandungan.
15.
Regol
Gadungmlati jalannya dibuat menyempit kemudian melebar dan terang benderang
menggambarkan sang bayi telah lahir dengan selamat.
16.
Dapur
Keraton Gebulen dan Sekullanggen digambarkan bahwa tersedia makanan yang cukup.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari rentetan penjelasan yang panjang lebar di atas
dapat diambil kesimpulan bahwa Keraton Yogyakarta merupakan kerajaan terakhir yang pernah berjaya di tanah Jawa, banyak sejarah yang tersimpan di
dalamnya misalnya Perjanjian Giyanti (1755) di mana pada masa itu kerajaan
dibagi menjadi dua yaitu di wilayah Timur yang sekarang menjadi Keraton
Surakarta dan di wilayah Barat yang disebut dengan Keraton Yogyakarta.
Semua bangunan yang ada mengandung
arti, bahkan apa yang ada di sekeliling keraton juga memiliki arti yang
setidaknya telah kita ketahui setelah membaca penjelasan di atas, misalnya
Dahulu bagian utama istana, dari utara keselatan, dimulai dari Gapura Gladhag
di utara sampai di Plengkung Nirboyo di selatan. Bagian-bagian utama keraton
Yogyakarta dari utara ke selatan adalah: Gapura Gladag-Pangurakan; Kompleks
Alun-alun Ler (Lapangan Utara) dan Mesjid Gedhe (Masjid Raya Kerajaan);
Kompleks Pagelaran, Kompleks Siti Hinggil Ler, Kompleks Kamandhungan Ler;
Kompleks Sri Manganti; Kompleks Kedhaton; Kompleks Kamagangan; Kompleks
Kamandhungan Kidul; Kompleks Siti Hinggil Kidul (sekarang disebut Sasana
Hinggil); serta Alun-alun Kidul (Lapangan Selatan) dan Plengkung Nirbaya yang
biasa disebut Plengkung Gadhing.
Keseluruhan bagian di atas telah
dijelaskan pada bab sebelumnya, jadi masih banyak hal-hal di sekeliling kita
yang seharusnya mendapat perhatian sekaligus apresiasi, suapaya apa telah ada
tetap terjaga keberadaannya.
DAFTAR PUSTAKA
Brongtodiningrat. Arti
Kraton Yogyakarta. Yogyakarta: Museum Keraton
Sumber : http://sepengatahuanku.blogspot.com/2013/01/sejarah-keraton-yogyakarta.html (Senin, 3 Juni 2013)
Sumber : http://id.shvoong.com/travel/destination/2176911-sejarah-keraton-yogyakarta/ (Senin, 3 Juni 2013)
file:///G:/Keraton%20Ngayogyakarta%20Hadiningrat%20%20Wikipedia%20bahasa%20Indonesia,%20ensiklopedia%20bebas.htm (Sabtu, 22 Mei 2013)
file:///G:/Keraton%20Yogyakarta%20%20%20Istana%20Budaya%20dan%20Keindahan%20Jawa%20_%20coretanpetualang%27s%20Blog.htm (Sabtu, 22 Mei 2013)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar